Sabtu, 12 November 2011 | By: yulia fitriani

DALAM SECANGKIR TEH

Dalam Secangkir Teh
Tak telalu mengada-ada jika dibilang, apa pun makanannya, teh adalah minumanny. Setelah air,  minuman yang terbuat dari seduhan daun Camelia sinensis ini termasuk yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Diperkirakan tak kurang dari 120 ml teh diminum orang setiap hari. Dengan penggemar beragam, mulai dari desa hingga kota, serta bisa dinikmati di mana saja, warung pinggir jalan, restoran dan hotel bintang lima, teh pantas dijuluki sebagai minuman rakyat. Tak salah kalau teh dianggap mampu meningkatkan kualitas kesehatan dan kesegaran tubuh, serta menenangkan pikiran maupun mengistirahtkan jiwa sejenak. Dan di belahan dunia mana pun, teh adalah sebuah kebudayaan, merupakan bagian seremonial sebuah tradisi falsafah hidup, bahkan penghormatan untuk para leluhur.
Meditasi Lewat Jamuan Teh
Lihat Maroko di Afrika atau Jepang di Asia, yang hingga sekarang tetap mempertahankan tradisi minum teh sebagaian bagian dari kebudayaan mereka. Di Jepang misalnya, tradisi itu berkembang saat negeri ini di cabik-cabik perang saudara pada 1500-an. Lewat upacara minum teh, para penguasa feodal yang selalu ingin menang sendiri tergerak untuk berdamai dan menyelesaikan pertikaian. Kedamaian dan ketenangan memang mnjadi nuansa yang kental dalam jamuan minum teh Jepang yang disebut chado.
Uniknya, sekarang chado di pelajari di mana-mana. Mungkin filosofinya yang menarik, mungkin juga upacaranya yang terasa eksotik. Seperti siang itu di lantai tiga Siang Ming Tea House di kawasan Bungur, Jakarta Pusat. Tiga wanita bersimpuh dalam hening di tikar tatami berukuran 2x2 meter. Satu per satu meraka akan berlatih chado. Padahal, tak seorang pun yang berasal dari Jepang.
DALAM SECANGKIR TEH,SUWARNI MENEMUKANKEDAMAIAN DAN HARMONISASI YANG BISA MENYEIMBANGKAN HIDUP.
Di ddekat lutut meraka tegeletak sehelai tisu untuk alas makan okashi (kue kering manis kecil) dan bolu kukus yang tersaji dalam di piring. Ketel untuk merebus air tertata di pojok kana. Vas kecil berisi rangkaian bunga kemuning dipajang di bagian belakang tatami yang menempel ke dinding. Selembar kertas bertuliskan kaligrafi aksara Jepang tergantung di situ. Wa, Kei, Sei, Jaku. Keserasian, rasa hormat, kemurnian, ketenangan. Empat nilai menjadi prinsip dasar chado.
Seorang wanita berjalan memasuki tatami dengan langkah seperti diseret. Dia Suwarni Widjaja dari Urasenke Tankokai Indonesia, perkumpulan chado di Indonesia yang berdiri sejak 19 Oktober 1987. Sudah lebih dari 15 tahun, Suwarni yang merupakan certified chado master. Menggeluti upacara minum teh Jepang.
Tata cara minum teh Jepang yang rumit memang butuh kesabaran dan penghayatan tinggi untuk dipelajri. Cara berjalan masuk ruangan tatami, melipat serbet, bersimpuh, berdiri, mengenakan kimono, sampai mengangkat kuas pengaduk teh (chasen) ada aturannya, dan harus dilakukan dengan penuh konsentrasi serta presisi yang benar-benar terukur. Urutan pembutab teh pun harus dihapalkan, yang disesuaikan dengan musim yang sedang berlangsung.
Setelah menyiapkan air yang direbus dalam ketel atau kendi yang lazim disebut mizusashi, Suwarni meletakkan wadah kecil (natsuke) berisi teh hijau bubuk (usucha) di depan mizusashi. Kemudian, sebagai tuan rumah, ia membawa chawan (mangkuk teh) beserta chasen (pengocok teh), chakin (kain katun) berwarna putih yang khusus untuk mengeringkan mangkuk, dan chashaku (sendok teh) terbuat dari bambu berbentukpipih yang ujungnya melengkung menyrupai sendok. Chashaku digunakan untuk mengambil bubuk teh. Semua urutan itu dilakukan Suwarni dalam hening, dan diracik dengan tangan yang gemulai. Asyik sekali mengamatinya membersihkan mangkuk, membuang air bekas, bahkan melipat serbet.
Love affair,suwarni dengan teh sudah berlangsung sejak ia masih berusia belia. Saat itu, pengasuhnya yang orang Kanton sering sekali minum teh. Cara minum pengasuh yang langsung menuang teh ke mulut dari teko kecil, membuat Suwarni tertarik. Chado dikenal Suwarni secara mendalam ketika berkenalan dengan Kuniko Pohan, ketua Urasenke Indonesia. Teh tak lagi sekedar minuman yang berkhasiat besar bagi kesehatan, tapi juga memiliki arti spiritual. Dalam secangkir teh, ia menemukan kedamaian dan harmonisasi yang bisa menyeimbangkan hidup. Tata cara penyajian chado yang njilimet jadi semacam meditasi berjalan, yang melatihnya berkonsentrasi pada semua kegiatan. Lewat chado pula, Suwarni mengaku belajar dan mensyukuri semua detail peristiwa yang terjadi sehari-hari, karena belum dapat terulng kembali.
Oleh karena itu, meski banyak orang bilang kalau dirinya menghabiskan waktu dengan minum teh, ia tak peduli. “Saya hanya ingin membagi ilmu kepada orang lain, bahw teh, bukan hanya sekedar minuman untuk melepaskan dahaga, tapi memiliki makna yang luas,” kata suwarni.






Sumber : Reader's Digest Indonesia








0 komentar:

Posting Komentar